Senin, 27 September 2010

Kau Tak Datang Sore Ini

Hujan begitu deras, membasahi ujung busanaku
15.10, aku mulai menunggumu
Aku tau, mungkin ini terlalu awal bagimu
Tapi tak mengapa, aku memang tak ingin melewatkanmu

20 menit telah berlalu
Ya, waktu di 3120ku menunjukkan angka 15.30
Kau tak datang, tak seperti biasa
Hmm, mungkin kau sedikit terlambat sore ini
Aku akan menunggumu

15.55, kau tak kunjung datang
Kucoba tetap menunggumu

16.45, hujan telah silih berganti mengguyur dan reda
aku hampir menangis
Hatiku sesak, kecewa, khawatir
Ini sudah terlalu sore
Sedang kau tak kunjung datang menjemputku

17.15, aku sudah tak kuasa menunggumu
Sudahlah, mungkin aku memang harus pergi
Meninggalkanmu yang mungkin tak kan pernah datang
Untukku di sore ini…


(kupersembahkan tulisan ini untuk angkot TSG yang ahad sore ini tak turun ke jalanan, 26 September 2010)

Sabtu, 18 September 2010

Dalam Hujan Ia Menangis


Dalam hujan ia menangis..
Langit seakan tau isi hatinya
Menemaninya dalam mendung pekat
Meneteskan dentingan keras hujan
Berbaur bersama ribuan linangan air mata

Dalam hujan ia menangis..
Membasahi diri dengan bauran mimpi dan kenyataan
Menengok kanan, kiri, atas, bawah
Mencari sebentuk harap dalam cemas
Tapi apa daya,
Bila hanya dingin titik air yang bisa ia dapat

Dalam hujan ia menangis..
Meratapi diri yang telah terpesona dengan angan
Membiarkan kenyataan berjalan sepi
Menyesali kesia-siaan diri

Dalam hujan ia menangis..
Mengingat nafsu hati yang seringkali mendominasi
Mengalahkan logika atas penyelewengan hati
Membuat beribu alasan atas bermacam kesalahan
Membiarkan keterburuan waktu
Yang tak seorangpun tau kapan dan bagaimana bentuk ujungnya

Dalam hujan ia menangis..
Kembali merajut sebentuk harap
Di sisa waktu yang mungkin tak kan panjang lagi..


(di sisa hujan yang tak segera berhenti, Ngantang, 16 September 2010, selesai 16.46)

Kamis, 09 September 2010

Pena dan Kertas



Aku ingin menjadi pena
Dari kertas-kertas duniamu
Menghiasinya dengan torehan-torehan asa dan rasa
Mengukir bermacam cerita
Menorehkan segala warna
Dalam keterburuan waktu
Dalam sebuah dimensi yang mungkin semu
Hingga tiba saat tintaku telah habis
Atau mungkin menjadi kering
Kuhanya inginkan satu
Bahwa kau akan menyimpan selalu
Asa, rasa, cerita, dan warna yang telah menyatu dengan lembar-lembarmu
Mengisah sejarah, antara aku dan kamu..

(ahahay,, akhirnya jadi juga setelah berjam2 nyari inspirasi,, Ngantang, 09 September 2010)

Sisa Hujan Pagi


Hujan masih terekam pagi
Rintiknya yang menghantam penuh makna
Meski tak lagi keras
Namun pelan masih bersisa
Tanah basah, daun-daun juga basah
Membayang disela hembusan lembut angin
Mencipta rona pagi yang menusuk ari


Menitpun berselang
Hujan tak lagi menitik
Namun mendung seakan tak ingin pergi
Dingin, suram..
Bahkan burung-burungpun enggan tuk mulai bernyanyi
Menanti mentari yang tak kunjung hampiri
Di sisa hujan pagi..

( Kamis, 09 September 2010)

ILUSI?


Terjebak dalam sebuah ilusi
Padahal kusadari bahwa semua belumlah pasti
Beraninya aku bermain api
Tapi sungguh ada hal yang tak kupahami
Kau bagai candu dalam hati
Ketika terputus gelisah selalu menghampiri
Begitu tersambung, rasanya tak ingin berhenti
Mungkin pikir dan hati telah teracuni
Membiarkanmu mengisi hari-hari sepi
Serasa lupa diri, lupa posisi
Tak lagi hiraukan yang hakiki
Membiarkan ilusi semakin menjadi-jadi
Mengalahkan usaha diri tuk mengakhiri
Seungguh bodohnya jiwa ini!


(Rabu, 08 September 2010)

Kamis, 02 September 2010

Kisah Yang Abstrak

Tak diundang tapi malah datang
Mengukir lembar-lembar harian
Walau abstrak, namun berkesan

Memang tak jelas tergambar
Masing-masing seakan enggan
Menyibak tabir dan mengungkap yang tersimpan
Menciptakan sebentuk kegamangan

Sudah usaikah semua ini?
Masing-masing beranjak pergi tanpa saling permisi
Meninggalkan ukiran kisah yang sedikit terurai
Tanpa arti, tanpa inti..

Hemm... Sebentuk kisah yang terukir secara abstrak...


(Ngantang, Kamis dengan semilir angin sore, 02 September 2010)

Tewur!!!


Bagai terperangkap dalam ruang sempit kembali
Gelap, suram, hampa, sendiri..
Aku semakin tak mengerti
Aku yang menginginkannya pergi
Namun mengapa hati seperti tak terkendali
Jika saja logika sudah tak memagari
Mungkin aku kan menjadi api
Membakar diri, memenuhi ego diri
Ah, siapa peduli!


Terlalu banyak kata yang ingin sekali hati urai
Bagai gunung api yang telah siap meledak tak terkendali
Namun lagi-lagi,
Logika memaksanya untuk menahan kembali
Dan membiarkan semua tersimpan dalam sepi

(hhehe... bingung cari judul,, judul kayae gak nyambung... 01 September 2010)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management