Kamis, 17 November 2011

Antara Jamu dan Sirup



Apa yang akan menjadi pilihan kita ketika bertamu dan disuguhkan dua macam minuman: segelas jamu dan segelas sirup? Tentu jika tanpa pikir panjang kita akan memilih untuk menenggak habis segelas sirup yang terasa manis di lidah. Namun sempatkah kita berpikir bahwa menenggak segelas jamu adalah pilihan yang jauh lebih baik meskipun rasanya getar atau pahit? Lhoh, kok bisa gitu? Yap, sirup memang terasa lebih menggiurkan karena rasanya yang manis di lidah, tapi kita jarang berpikir bahwa sirup yang manis tersebut mungkin saja terbuat dari pemanis buatan, pewarna buatan, bahan pengawet, dll yang tentu saja meskipun kecil akan berdampak buruk bagi kesehatan kita di masa mendatang. Lain halnya dengan jamu, meskipun di lidah terasa pahit ataupun getir namun mempunyai khasiat yang baik bagi kesehatan kita, misal tubuh menjadi lebih bugar atau mampu mengobati penyakit yang kita derita.

Hal tersebut tak ubahnya seperti kita hidup di dunia yang hanya merupakan tempat singgah mencari bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal. Karena di dunia yang fana ini kita hanya bertamu, maka kita akan mendapati pilihan suguhan berupa jamu dan sirup. Wah, apa pula ini, kok di dunia dihadapkan ma pilihan jamu dan sirup? Ya, jamu dan sirup adalah salah satu bentuk perumpaan akan pilihan hidup yang kita hadapi. Sirup merupakan kiasan untuk kesenangan dunia yang pada hakikatnya menipu, sedangkan jamu merupakan kiasan untuk ujian berupa susahnya perjuangan kita melawan dunia fana yang begitu menggoda.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "...Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran:185). Hal ini merupakan salah satu peringatan dari Allah Rabb semesta alam bahwa kita harus waspada terhadap dunia dan segala yang ada di dalamnya. Betapa di dunia ini banyak sekali kesenangan-kesenangan yang selalu menggelitiki jiwa kita agar mau mencicipinya. Sebut saja konser musik, selalu dipadati oleh banyak penonton. Memang tampak menyenangkan ketika kita bisa melupakan segala permasalahan hidup dengan berhura-hura mendengarkan hingar bingar musik dan turut berjoget bersama penyanyi dan penonton lainnya. Namun setelah itu apa yang bakal kita dapat? Tidak ada, hanya suatu yang sia-sia tak bernilai, melalaikan, bahkan berakhir pada dosa yang harus kita tanggung karena banyaknya kemaksiyatan dalam konser musik tersebut. Inilah mengapa kesenangan duniawi itu bagaikan suguhan sirup yang sangat menggiurkan, terasa manis di lidah tapi membawa dampak buruk bagi kesehatan kita. Lain halnya dengan majelis pengajian-pengajian islam. Tidak akan seramai konser musik, bahkan perbandingan jamaahnya sangat jauh karena bagi banyak orang pengajian tak ubahnya suatu kegiatan yang sangat membosankan. Mendengarkan seorang ustadz/ustadzah menyampaikan materi memang terkadang membuat kita ngantuk apalagi jika harus duduk berjam-jam. Namun hal itu insyaAllah mampu menghantarkan kita untuk sukses pulang dengan selamat di rumah abadi kita nantinya (akhirat), yang bisa diibaratkan jamu bagi tubuh kita, meskipun saat ini terasa pahit di lidah namun mampu membuat kita sehat dan bugar nantinya.

Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa, "Nabi Isa 'Alaihissalam pernah melihat dunia ini dalam bentuk seorang wanita tua yang sudah ompong yang ditempeli dengan berbagai macam aksesori yang mentereng. Beliau bertanya kepadanya, "Berapa kali engkau menikah?" Si wanita tua menjawab, "Aku tidak bisa menghitungnya." Nabi Isa bertanya, "Apakah sekian banyak suami yang pernah menikah denganmu itu mati ataukah bercerai denganmu?" "Mereka semua kubunuh", jawabnya. Nabi Isa pun menimpali, "Malang benar nasib sebagian suamimu yang lain sebagai calon-calon berikutnya. Bagaimana mungkin mereka tidak bisa mengambil pelajaran dari suami-suamimu yang terdahulu? Bagaimana mungkin engkau bisa membinasakan mereka satu persatu dan mereka sama sekali tidak waspada terhadap dirimu?"."
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Al-Fawaid juga mengatakan bahwa, "Dunia adalah tempat bertamasya dan akhirat adalah rumah, adapun yang menjadi tujuan adalah rumah."

Oleh karena itu sudah selayaknya bagi kita yang bertamu di dunia ini untuk waspada terhadap suguhan sirup yang menggiurkan dan lebih memilih untuk menenggak jamu yang meskipun terasa pahit atau getir saat ini namun mampu membugarkan kita ketika sampai di rumah yang abadi nantinya.

Wallahulmusta'an.

Ide                       : Tausiyah Almarhum KH. Zainuddin MZ.
Referensi Kutipan : Al-Qur'an Al-Kariim
                              Al-Fawaid  Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
                              Minhajul Qashidin - Ibnu Qudamah Al-Maqdisy

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sebuah artikel yang sangat bagus, terima kasih semoga bermanfaat buat saya mas...okelah salam kenal dari saya admin, jangan lupa kunjungi gubuk saya mas
http://a289431artikel.blogspot.com/
miscsqufl

ibnuh-menyyongsong harapan mengatakan...

Kunjungan perkenalan sobat, folow mampir yah kunjungi kami

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management