Menulis diary, mungkin bagi kebanyakan orang hal ini bakal dianggap aneh, apalagi bagi yang kepribadiannya bukan melankolis. Terkesan gak penting, buang-buang waktu dan yang jelas buang-buang kertas. Tapi lain hal nya denganku yang sudah melakukan aktivitas ini sejak di bangku SMP. Yah, mungkin karena waktu itu memang untuk pertama kalinya aku berpisah jauh dengan kedua orang tuaku dan juga waktu itu adalah masa-masa puberku. Apalagi dengan kepribadianku yang sedikit introvert menjadikan aku susah untuk melakukan aktivitas curhat.
Entah kenapa waktu itu jari-jariku berasa selalu gatal untuk menuliskan semua kejadian yang berkesan dalam torehan-torehan tinta di atas kertas. Rasanya puas setelah menuliskannya tanpa menceritakannya ke orang lain. Berbagai kejadian, tempat kejadian, actor dan aktris dalam kejadian tersebut tertulis begitu saja tanpa malu-malu. Mulai kejadian memalukan, menyedihkan, sampai menggembirakan, semua terluapkan begitu saja. Yah, meskipun buku-buku, kertas-kertas, dan tinta itu takkan pernah bisa merasakan dan mengekspresikan hal yang sama. Tapi aku sangat puas.
Dan hingga sekarang saat usiaku sudah kepala dua buntut satu, menulis diary masih saja jadi hobyku. Dan anehnya, sewaktu tadi bantu bapak beres-beres dokumen-dokumen penting beliau dan ibuk, ditemukanlah dua buah buku kecil milik mbah-kungku dari ibuk yang ternyata itu adalah buku harian beliau dulu. Akhirnya meluncurlah cerita ibuk kalo ibuk juga punya hobi yang sama. Hemm,, ternyata aku, ibuk, dan mbah kakung punya hobi yang sama, “menulis diary”.
0 komentar:
Posting Komentar