Sabtu, 17 Juli 2010

Dari Tabung Gas ke Tungku Kayu Bakar

 
Lama juga gak corat-coret blog. Tangan kerasa gatel banget, apalagi setelah kemaren habis liat berita seputar beberapa masyarakat di Indonesia yang kembali menggunakan kayu bakar sebagai alternatif alat memasak mereka karena banyaknya kabar berita yang menyebutkan bahwa sering terjadi ledakan tabung gas elpiji subsidi pemerintah. Begitu mendengar berita tersebut, rasanya ingin segera menuangkan opini yang mengganjal dalam otak dalam sebuah tulisan. Yah, meskipun hanyalah sebuah tulisan sederhana. ^____^
 

Nampaknya sebagian masyarakat merasa takut untuk terus menggunakan tabung gas elpiji sebagai bahan bakar saat memasak. Di daerah Lamongan seorang ibu kembali menggunakan tungku kayu bakar sebagai bahan bakar saat memasak. Ibu tersebut beropini bahwa dengan menggunakan kayu bakar terasa lebih aman. Tak terkecuali di daerah Jombang, beberapa ibu rumah tangga malah mengembalikan tabung-tabung gas dan kompor-kompor elpiji mereka ke ketua RT setempat. Mereka juga menuntut adanya jaminan keamanan penggunaan tabung elpiji subsidi pemerintah. Untuk sementara ibu-ibu tersebut kembali menggunakan tungku kayu bakar dan kompor minyak meskipun saat ini minyak tanah sangat sulit didapatkan.

Melihat dilema tabung gas dan kompor elpiji tersebut saya jadi teringat ibu kost saya waktu itu yang sengaja menimbun minyak tanah sewaktu terdengar kabar bahwa minyak tanah akan segera hilang dari peredaran dan diganti dengan tabung elpiji. Fenomena ini sama dengan yang terjadi di rumah saya. Ibu saya juga langsung membeli banyak minyak tanah sebagai cadangan. Namun karena keluarga saya tinggal di desa, masih ada alternatif lain yang menjadi bahan bakar saat memasak, yaitu kayu bakar. Fenomena-fenomena tersebut terjadi tidak lain adalah adanya rasa takut untuk menggunakan gas elpiji karena banyaknya tersiar kabar berita seputar tabung gas yang suka meledak.

Seharusnya fenomena-fenomena seperti itu tidak harus ada. Memang sih kita tidak boleh menyalahkan pemerintah begitu saja. Kita harus menyadari bahwa di setiap kebijakan yang pemerintah ambil pastilah ada positif dan negatifnya. Lagian pemerintah juga tidak mungkin mempunyai maksud dengan sengaja ingin mencelakakan rakyatnya. Flasback sedikit ke jaman kuliah (sok banget neh kata-katanya, kaya' yang nulis dah lulus kuliah ja, hhe). Di semester empat kalo gak salah ada mata kuliah ekonomi publik yang saya pelajari. Di matakuliah tersebut ada teori yang bernama pareto optimum, social cost, dan social benefit. Saya lupa seh pengertian yang sebenarnya gimana, yang saya tau, sebuah kebijakan tidak akan mencapai pareto optimum ketika kebijakan tersebut masih menimbulkan social cost dan social benefit yang berarti juga bahwa kebijakan tersebut belum mencapai tingkat yang efisien (bagi yang paham neh teori mohon koreksinya kalo salah). Tapi kali ini saya tidak akan mbahaz kebijakan tabung gas elpiji dari segi teori tersebut, hhee. 
 

Adanya kebijakan konversi tabung gas elpiji menurut saya merupakan suatu kebijakan yang sedikit ceroboh. Kebijakan ini nampaknya diambil secara sepihak tanpa melihat kondisi sosial masyarakat. Banyak sekali masyarakat yang ternyata belum terbiasa menggunakannya serta ada juga masyarakat yang malah takut menggunakannya. Apalagi dengan berjalannya waktu, ternyata ada beberapa orang yang menyalahgunakan kebijakan ini. Banyak tabung-tabung gas elpiji palsu yang diedarkan oleh beberapa kelompok orang yang memiliki moral hazart. Mereka ingin mendapatkan keuntungan yang banyak tanpa mempedulikan akibat yang akan menimpa masyarakat. Banyak kasus kebakaran yang terjadi akibat banyaknya tabung palsu yang meledak ketika digunakan oleh masyarakat. Alhasil, ketakutan masyarakat atas gas elpiji pun semakin menguat.

Yah, sekedar saran ja buat pemerintah. Seharusnya ketika merumuskan suatu kebijakan janganlah melihat dari prospek yang ada di atas, cobalah menengok ke bawah. Bagaimana kebiasaan dan penilaian masyarakat atas kebijakan tersebut. Jangan hanya karena mau mengirit akhirnya malah menyengsarakan masyarakatnya. Selain itu, pemerintah juga jangan hanya lebih memperhatikan kebijakan seputar masalah uang dan ekonomi, cobalah pikirkan berbagai kebijakan yang bisa memperbaiki moral masyarakatnya biar gak ada lagi serangkaian kejadian berbahaya akibat moral hazart yang dimiliki oleh sebagian masyarakat yang gak bertanggung jawab. *haha,, pinter banget kalo disuruh ngritik…

Wallahua’lam bish-showwab…

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management