Minggu, 20 Februari 2011

Inilah Ridho Manusia!

Membuka-buka file lama dan menemukan sebuah catatan menarik. Semoga bermanfaat untuk bahan renungan.

AKU TERTAWA. Mereka berkata, kenapa tidak malu?!
AKU MENANGIS. Mereka berkata, kenapa tidak senyum?!
AKU TERSENYUM. Mereka berkata, ini senyum pamer!
AKU CEMBERUT. Mereka berkata, tampaklah yang disembunyikan!
AKU DIAM. Mereka berkata, tidak bisa bicara!
AKU BICARA. Mereka berkata, banyak omong!
AKU LEMBUT. Mereka berkata, pengecut dan licik!
AKU KERAS. Mereka berkata, ini emosi!
AKU MENOLAK. Mereka berkata, tidak kompak!
AKU SETUJU. Mereka berkata, ikut-ikutan saja!

TERUS MANA YANG BENAR…???!!!

Aku yakin, ridho semua manusia mustahil kuraih.
Pasti ada yang memujiku dan pasti ada yang mencelaku.

(Tulisan ini terinspirasikan dari sebuah syair yang ditulis oleh DR. Muhammad Bin Dhafir Asy-Syahri, yang berjudul Ridha An-Naas)

published by: Ustadz Abdullah Saleh Hadrami

copyright: Hatibening.com



NB.
Teringat pula kisah 3 makhluq Allah: seorang ayah, seorang anak, dan seekor keledai yang melakukan perjalanan bersama. Ketika mereka semua berjalan tanpa menunggangi keledainya, orang yang melihat mereka mencela dengan mengatakan, "buat apa membawa keledai jika tidak ditunggangi". Akhirnya sang ayah menaiki keledai dan sang anak berjalan kaki menuntun keledai, orang yang melihat kembali mencela, "Sungguh ayah yang tak punya belas kasihan, membiarka anaknya berjalan kaki sementara dia nyaman menunggang keledai". Sang ayah pun turun dan menyuruh anaknya menaiki keledai sementara dia berjalan menuntun keledai, orang yang melihat dengan tajam mencela tingkah laku mereka, "Sungguh anak yang tidak tahu diri, masih muda dengan enaknya duduk di atas keledai sedangkan ayahnya yang sudah tua berjalan kaki". Sang anak pun turun kemudian mereka memutuskan untuk sama-sama menaiki keledai, orang yang bertemu dengan mereka pun kembali mencela sambil mengatakan, sungguh manusia-manusia yang tidak mempunyai belas kasihan, keledai yang kecil dan kurus dipaksa berjalan dengan menampung mereka berdua di punggungnya. Akhirnya karena tidak ada cara lain mereka mengikatkan tongkat pada kaki-kaki keledainya lalu mereka gotong, orang-orang yang melihat mereka pun serentak mentertawakan mereka sambil mengatakan bahwa mereka orang-orang yang dungu, keledai yang seharusnya mereka tunggangi untuk memudahkan perjalanan malah memberatkan mereka dengan menggotongnya.

Subhanallah, sungguh, jika kita terus mengikuti apa kata orang maka takkan ada habisnya.

Wallahulmusta'an.

Terus belajar dan berbenah diri! =)

1 komentar:

Saidah mengatakan...

nis nyastra...
eeh sering baca buku apa?
berminat buat antologi ndak?

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management